Diduga Perda Terkait Penetapan Pajak Daerah dan Retribusi Belum di Tetapkan “Notaris Dr.Hendri Sinaga Kirimi Surat ke Presiden.

Daerah, Uncategorized804 Dilihat

Pematangsiantar Sumut-artainfonews.com-Kemelut mengenai Pajak Daerah dan Retribusi di wilayah Kota Pematangsiantar tampaknya belum tuntas. Sementara Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tetap ditagih oleh Pemko Pematangsiantar kepada wajib pajak. Prihatin atas situasi ini, terlebih akan kenaikan pajak hingga 1000 persen beberapa waktu lalu, Dr. Hendri Sinaga, seorang Notaris di Kota Pematangsiantar terpaksa mengirimkan surat (Senin, 15/01/2024) kepada Presiden, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Provinsi Sumatera Utara, dengan tembusan antara lain kepada Walikota Pematang Siantar dan Ketua DPRD Kota Pematang Siantar (surat terlampir). Hal ini sesuai dengan rilis berita yang dikirimkan oleh Notaris Hendri kepada para jurnalis.

“Dalam surat tersebut saya memohon petunjuk dan bantuan terkait permasalahan-permasalahan yang terjadi di Kota Pematang Siantar mengenai keberadaan Peraturan Daerah (Perda) terkait pajak daerah dan retribusi daerah di Kota Pematang Siantar”, tandas Hendri dalam suratnya.

Hal ini terpaksa dilakukan Notaris senior ini karena tidak adanya jawaban yang jelas lugas dari Pemko Pematangsiantar. “Pada tanggal 08 Januari 2024, saya memohon fotokopi/salinan Perda terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atau Perda mengenai pajak daerah dan retribusi daerah di Kota Pematang Siantar kepada Walikota Pematang Siantar. Akan tetapi hingga hari ini 15 Januari 2024, Saya belum menerima Perda dimaksud”, jelas Hendri.

Saya menduga Pemko Pematang Siantar belum menetapkan Perda mengenai pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU 1/2022).

Menurut Pasal 187 huruf b dan huruf d, serta Pasal 192 UU 1/2022, Perda mengenai pajak daerah dan retribusi daerah yang diterbitkan sebelum berlakunya UU 1/2022 masih tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya UU 1/2022 (5 Januari 2022). Apabila jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi (5 Januari 2024) maka ketentuan mengenai pajak dan retribusi mengikuti ketentuan berdasarkan UU 1/2022, lanjut nya.

Sementara menurut ketentuan Pasal 94 UU 1/2022, untuk seluruh jenis pajak daerah dan retribusi daerah (termasuk PBB dan BPHTB) ditetapkan dalam 1 (satu) Perda dan menjadi dasar pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah di daerah. Ketentuan ini dapat dimaknai bahwa pemerintah daerah tidak berwenang memungut seluruh jenis pajak daerah dan retribusi daerah sebelum menetapkan Perda mengenai pajak daerah dan retribusi daerah di daerahnya (termasuk PBB dan BPHTB).

Jika terbukti dan ternyata dugaan Saya benar Pemerintah Kota Pematang Siantar belum menetapkan Perda mengenai pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana diamanatkan oleh UU 1/2022, maka terhitung sejak tanggal 5 Januari 2024, berdasarkan ketentuan UU 1/2022, Pemerintah Kota Pematang Siantar, tidak berwenang untuk memungut seluruh jenis pajak daerah dan retribusi daerah (termasuk PBB dan BPHTB) sampai ditetapkannya Perda mengenai pajak daerah dan retribusi daerah. Artinya , telah terjadi kevacuman (kekosongan) hukum dan stagnasi dalam pemungutan seluruh jenis pajak daerah dan retribusi daerah (termasuk PBB dan BPHTB) di Kota Pematang Siantar.

Menurut Hendri Sinaga, Kevakuman hukum dan stagnasi tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif antara lain terhadap setoran penerimaan kas negara (pemerintah pusat) yang berupa Pajak Penghasilan Atas Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan (PPhPHTB), setoran penerimaan kas daerah (Pemerintah Kota Pematang Siantar) yang berupa BPHTB dan PBB, setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di lingkungan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan setoran penerimaan atau penghasilan serta pelaksanaan tugas pembuatan akta-akta Notaris dan PPAT di Kota Pematang Siantar, dan lebih jauh lagi berpotensi mengganggu lalu lintas peralihan/pembebanan/penerbitan hak-hak atas tanah dan juga mengganggu kegiatan perekonomian di Kota Pematang Siantar.

Lebih lanjut, Hendri menjelaskan bahwa Kevakuman hukum dan stagnasi seperti sekarang sudah pernah terjadi di Kota Pematang Siantar pada tahun 2011. “Saat itu Pemerintah Kota Pematang Siantar melakukan pemungutan BPHTB tanpa Perda. Kemudian atas dasar laporan dan keberatan dari Saya, maka oleh pihak Kementerian Keuangan Republik Indonesia pemungutan BPHTB tanpa Perda tersebut dinyatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya setoran BPHTB yang dipungut tanpa Perda tersebut dikembalikan oleh Pemerintah Kota Pematang Siantar kepada wajib pajak”, tandasnya.

Ketika hal ini dipertegas oleh wartawan bahwa seandainya masyarakat mau beli rumah saat ini selama kekosongan peraturan itu, masyarakat menurut keterangan Hendri Sinaga tak perlu bayar BPHTB. Menurutnya masyarakat tidak perlu bayar karena kekosongan peraturan itu. (Red/Norman)

Komentar